22 September 2008

Sebuah Janji

Gaby berdiri di lobi restoran dengan segerombolan remaja yang mengoceh dan menandak-nandak, serta bertanya-tanya apakah uangnya yang cuma 3 dolar cukup untuk membayar pencuci mulut yang dipesannya untuk menggantikan makan malam. Keluarganya sedang menghemat keuangan, dan hanya itu yang dapat disisihkan oleh ibunya. Ia merasa bersalah jika harus meminta sesuatu kepadanya. Ia menghitung uang di dompetnya dengan gugup saat bersenda gurau dan saling olok dengan beberapa temannya. kelompok kaum muda di Gereja Creekside tempat Gaby berbakti, telah berencana untuk makan bersama setelah persekutuan rutin mereka Rabu malam. sekarang lebih dari empat puluh anak berceloteh dengan ribut di lobi restoran itu sementara mereka menunggu para pelayan membersihkan meja-meja yang cukup untuk menampung gerombolan yang ramai cekikikan itu.

Akhirnya mereka diberi tahu bahwa meja-meja mereka sudah siap, dan rombongan itu berjalan ke tempat yag disediakan. Gaby duduk di sebelah temannya dan membenamkan mukanya di menu pencuci mulut. Perlu waktu agak lama sampai setiap anak menentukan pilihannya dan pelayan perlu waktu lebih lama lagi untuk mencatat setiap pesanan, tetapi anak-anak itu tidak keberatan. Mereka manikmati kebersamaan mereka saat menunggu makanan datang. Begitu makanan datang, sebelum mereka dapat menyerbunya, Bubba, salah satu pembimbing kelompok kaum muda itu, dengan sabar mengangkat tanganya dan mendesis meminta mereka diam. Ia mengucapkan doa terimakasih singkat kepada Allah atas makanan itu. Begitu terdengar kata 'Amin', gerombolan itu menyerbu makanan mereka seperti singa kelaparan.

Ketika tiba saatnya untuk membayar, Brett, pendeta kaum muda, meminta nota. bukan hal yang mudah untuk membagi jumlah sebesar itu kepada begitu banyak orang. Ia terkejut ketika sang manajer restoran bukannya menyodorkan nota kepadanya, tetapi menyeringai dan memberinya sebuah catatan. 

Brett tampak kebingungan, "Apa ini?" tanyanya.

"Seluruh tagihan dan tip untuk kelompok ini sidah dilunasi oleh seseorang pria yang baru saja pergi.

Brett melihat ke sekeliling ruangan.

"Ia tidak mau dikenal," tambah si manajer.

Kelompok kaum muda itu terdiam. Para remaja dan pendeta kaum muda itu saling pandang tak percaya. kemudian manajer tadi membacakan catatan itu keras-keras kepada seluruh kelompok itu.

"Anak-anak muda," ia membaca," Aku berjanji kepada Tuhan bahwa jika Dia menunjukkan kepadaku ada orang yang berdoa sebelum menyantap makanannya di rumah makan umum, aku akan membayar makanannya. kalian bukan saja yang pertama yang kulihat berdoa di depan umum, tetapi kalian adalah sebuah kelompok!"

"Aku menepati janjiku kepada Allah sebagaimana Dia selalu menepati janjiNya kepadaku. Tuhan memberkati kalian semua. Jangan berterimakasih kepadaku. Hanya ingatlah aku dalam doa kalian."

Catatan itu ditandatangani,"Hamba Tuhan."

Banyak jiwa tersentuh malam itu, tetapi satu yang khusus, seseorang y6ang khawatir tentang bagimana membayar makananya, menyadari bahwa Allah menyediakan melebihi dan melampaui kebutuhannya. Seluruh kelompok itu dilingkupi oleh kasih Allah. tetapi yang lebih penting adalah Dia menunjukkan kepada mereka nilai memiliki hati seorang hamba. Itu adalah pelajaran yang akan sulit mereka lupakan.

Diambil dr buku "It's Your Time to Shine"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar