07 Juni 2012

Beragam ≠ Masalah, Beragam = Indah


Refleksi Keberagaman dan Eksistensi Agama-Agama di Indonesia

       
         Agama memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Agama mengatur kelakuan umatnya, mengajarkan norma-norma yang pantas. Di Indonesia, agama merupakan hal yang vital dalam kehidupan bermasyarakat, yang ditunjukkan oleh ideologi bangsa Indonesia, Pancasila sila pertama : “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Agama bahkan mempengaruhi kehidupan politik, ekonomi dan budaya di Indonesia.
Keberagaman di Indonesia telah menjadi satu hal yang sangat umum dan bahkan menjadi suatu pandangan bahwa Indonesia adalah sebuah negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Keberagaman di Indonesia tidak hanya tentang keberagaman suku bangsanya, tetapi juga bahasa, adat dan agama yang dimiliki. Keberagaman di Indonesia, khususnya keberagaman agama telah menjadi sorotan negara-negara lain. Indonesia mempunyai 6 agama yang bebas dianut oleh warga negaranya, yaitu : Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Kebebasan beragama ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam UUD’45 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya”.
Peranan penting agama dan begitu banyaknya macam agama yang ada di Indonesia, benar-benar menjadikan agama sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh dijunjung tinggi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Masing-masing umat dari setiap agama yang ada sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agamanya dan seringkali mempertahankan ajaran agamanya dengan cara yang sedikit radikal. Dan dengan beragamnya agama di Indonesia dan kebebasan menganutnya, konflik antar agama seringkali terjadi. Konflik-konflik ini muncul karena beberapa orang tidak menghargai keberagaman agama yang ada.
Di berbagai tempat di Indonesia, telah terjadi banyak konflik yang mengatasnamakan dan menyangkutpautkan kegiatan beragama. Beberapa waktu lalu, terjadi kericuhan antara massa dari Forum Keluarga Muslim Indonesia (Forkami) dan Gerakan Reformasi Islam (Garis) terhadap kegiatan beragama yang dilakukan oleh jemaat GKI Yasmin di sebuah rumah di Perumahan Taman Yasmin Bogor, Jawa Barat. Massa menyerbu umat GKI Yasmin dan memaksa mereka untuk tidak melakukan kegiatan beribadah di tempat tersebut. Massa menilai bahwa GKI Yasmin tidak memiliki izin untuk mendirikan tempat ibadah, tetapi tetap melakukan kegiatan beribadah di tempat tersebut.
Sebenarnya sengketa GKI Yasmin ini telah terjadi sejak tahun 2002 dan sampai sekarang tidak kunjung selesai. Kasus GKI Yasmin hingga kini masih belum tuntas karena adanya penolakan warga yang menganggap ada pemalsuan izin mendirikan bangunan gereja, sementara pihak gereja berpegang pada putusan Mahkamah Agung yang membatalkan pencabutan izin mendirikan bangunan.
Sebagai warga negara Indonesia, jemaat GKI Yasmin mempunyai hak yang sama untuk melakukan kegiatan beribadah dimanapun dan kapanpun, seperti yang telah diatur dalam UUD 1945. Seharusnya tidak ada yang bisa menghalangi kegiatan beribadah suatu agama, karena beribadah adalah hak yang dimiliki oleh masing-masing warga negara tanpa terkecuali. Dengan alasan apapun itu, tidak ada seorangpun yang berhak membubarkan kegiatan ibadah, mengusir umat agama tertentu dari tempat ibadahnya dan melarang mereka untuk beribadah, bahkan seorang pemimpin daerah pun tidak dapat menghalangi kegiatan beragama yang ada. Sebenarnya kasus ini sudah menjadi kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Pihak GKI Yasmin masih bersikeras untuk melakukan kegiatan ibadah karena Mahkamah Agung memutuskan pembatalan pencabutan izin bangunan gereja. Seharusnya, massa juga harus menghargai hukum dan keputusan Mahkamah Agung sebagai badan hukum tertinggi di Indonesia. Kurangnya toleransi dan kesadaran diri dari masing-masing umat terhadap agama lain membuat konflik-konflik semacam ini terjadi.
Di Indonesia, terdapat agama yang secara tidak langsung “ditindas” oleh pemerintah. Pemerintah mempersulit izin pembangunan tempat ibadah dengan berbagai macam alasan. Disini beberapa umat agama tertentu merasa dibatasi dalam melakukan kegiatan beribadah dan akhirnya merasa tidak nyaman dan aman untuk melakukan kegiatan beribadah. Jika pemerintah sendiri yang “membunuh” eksistensi suatu agama, kemanakah para umat harus mengadu?
Hal-hal sepele seperti halnya permasalahan izin pembangunan inilah yang seringkali ditunggangi oleh beberapa ormas tidak bertanggung jawab untuk menyulut perpecahan antar umat  beragama. Pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab menggunakan secuil masalah yang ada untuk dijadikan api yang dapat menyulut kemarahan umat beragama. Sebenarnya, adakah guna dari semua hal itu? Untuk menarik perhatian? Untuk memperlihatkan kekuasaan sebuah agama? Apakah dengan “menindas” dan “membunuh” suatu agama dapat menunjukkan bahwa ada agama yg superior dan ada agama yang inferior?
Satu-satunya yang kita perlukan di negara ini adalah toleransi dan sikap menghargai antar umat beragama. Tiap orang berhak menganut agama tertentu dan melakukan kegiatan ibadahnya. Untuk menunjukkan eksistensi sebuah agama, tidak perlu dengan cara seperti diatas, menghalang-halangi umat agama lain untuk melakukan kegiatan beribadah, membakar rumah ibadah, mengusir umat, dll. Eksistensi suatu agama didapat dari kelakuan dan perbuatan umatnya yang benar-benar sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agamanya masing-masing.
Seharusnya, setiap warga negara Indonesia bangga, karena memiliki negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Keberagaman agama yang ada bukanlah perbedaan yang menjadikan sebuah agama menjadi berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang ada harus dihargai, bukan dihapuskan. Karena perbedaan inilah yang membuat kita beragam dan keberagaman inilah yang membuat kita indah.