Refleksi
Keberagaman dan Eksistensi Agama-Agama di Indonesia
Agama memegang
peranan penting bagi kehidupan manusia. Agama mengatur kelakuan umatnya,
mengajarkan norma-norma yang pantas. Di Indonesia, agama merupakan hal yang
vital dalam kehidupan bermasyarakat, yang ditunjukkan oleh ideologi bangsa
Indonesia, Pancasila sila pertama : “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Agama bahkan
mempengaruhi kehidupan politik, ekonomi dan budaya di Indonesia.
Keberagaman
di Indonesia telah menjadi satu hal yang sangat umum dan bahkan menjadi suatu
pandangan bahwa Indonesia adalah sebuah negara dengan tingkat keberagaman yang
tinggi. Keberagaman di Indonesia tidak hanya tentang keberagaman suku
bangsanya, tetapi juga bahasa, adat dan agama yang dimiliki. Keberagaman di
Indonesia, khususnya keberagaman agama telah menjadi sorotan negara-negara
lain. Indonesia mempunyai 6 agama yang bebas dianut oleh warga negaranya, yaitu
: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Kebebasan beragama
ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam UUD’45 dinyatakan bahwa
“tiap-tiap penduduk diberikan
kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya" dan
"menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau
kepercayaannya”.
Peranan
penting agama dan begitu banyaknya macam agama yang ada di Indonesia,
benar-benar menjadikan agama sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh dijunjung
tinggi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Masing-masing umat dari setiap
agama yang ada sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agamanya dan seringkali
mempertahankan ajaran agamanya dengan cara yang sedikit radikal. Dan dengan
beragamnya agama di Indonesia dan kebebasan menganutnya, konflik antar agama
seringkali terjadi. Konflik-konflik ini muncul karena beberapa orang tidak
menghargai keberagaman agama yang ada.
Di
berbagai tempat di Indonesia, telah terjadi banyak konflik yang mengatasnamakan
dan menyangkutpautkan kegiatan beragama. Beberapa waktu lalu, terjadi kericuhan
antara massa dari Forum Keluarga Muslim Indonesia (Forkami) dan Gerakan
Reformasi Islam (Garis) terhadap kegiatan beragama yang dilakukan oleh jemaat
GKI Yasmin di sebuah rumah di Perumahan Taman Yasmin Bogor, Jawa Barat. Massa
menyerbu umat GKI Yasmin dan memaksa mereka untuk tidak melakukan kegiatan
beribadah di tempat tersebut. Massa menilai bahwa GKI Yasmin tidak memiliki
izin untuk mendirikan tempat ibadah, tetapi tetap melakukan kegiatan beribadah
di tempat tersebut.
Sebenarnya
sengketa GKI Yasmin ini telah terjadi sejak tahun 2002 dan sampai sekarang
tidak kunjung selesai. Kasus GKI
Yasmin hingga kini masih belum tuntas karena adanya penolakan warga yang
menganggap ada pemalsuan izin mendirikan bangunan gereja, sementara pihak
gereja berpegang pada putusan Mahkamah Agung yang membatalkan pencabutan izin
mendirikan bangunan.
Sebagai warga negara Indonesia, jemaat GKI Yasmin
mempunyai hak yang sama untuk melakukan kegiatan beribadah dimanapun dan
kapanpun, seperti yang telah diatur dalam UUD 1945. Seharusnya tidak ada yang
bisa menghalangi kegiatan beribadah suatu agama, karena beribadah adalah hak
yang dimiliki oleh masing-masing warga negara tanpa terkecuali. Dengan alasan
apapun itu, tidak ada seorangpun yang berhak membubarkan kegiatan ibadah,
mengusir umat agama tertentu dari tempat ibadahnya dan melarang mereka untuk
beribadah, bahkan seorang pemimpin daerah pun tidak dapat menghalangi kegiatan
beragama yang ada. Sebenarnya kasus ini sudah menjadi kasus pelanggaran hak
asasi manusia (HAM).
Pihak GKI Yasmin masih bersikeras untuk melakukan
kegiatan ibadah karena Mahkamah Agung memutuskan pembatalan pencabutan izin
bangunan gereja. Seharusnya, massa juga harus menghargai hukum dan keputusan
Mahkamah Agung sebagai badan hukum tertinggi di Indonesia. Kurangnya toleransi
dan kesadaran diri dari masing-masing umat terhadap agama lain membuat
konflik-konflik semacam ini terjadi.
Di Indonesia, terdapat agama yang secara tidak
langsung “ditindas” oleh pemerintah. Pemerintah mempersulit izin pembangunan
tempat ibadah dengan berbagai macam alasan. Disini beberapa umat agama tertentu
merasa dibatasi dalam melakukan kegiatan beribadah dan akhirnya merasa tidak nyaman
dan aman untuk melakukan kegiatan beribadah. Jika pemerintah sendiri yang “membunuh”
eksistensi suatu agama, kemanakah para umat harus mengadu?
Hal-hal sepele seperti halnya permasalahan izin
pembangunan inilah yang seringkali ditunggangi oleh beberapa ormas tidak
bertanggung jawab untuk menyulut perpecahan antar umat beragama. Pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab menggunakan secuil masalah yang ada untuk dijadikan api yang
dapat menyulut kemarahan umat beragama. Sebenarnya, adakah guna dari semua hal
itu? Untuk menarik perhatian? Untuk memperlihatkan kekuasaan sebuah agama?
Apakah dengan “menindas” dan “membunuh” suatu agama dapat menunjukkan bahwa ada
agama yg superior dan ada agama yang inferior?
Satu-satunya yang kita perlukan di negara ini
adalah toleransi dan sikap menghargai antar umat beragama. Tiap orang berhak
menganut agama tertentu dan melakukan kegiatan ibadahnya. Untuk menunjukkan
eksistensi sebuah agama, tidak perlu dengan cara seperti diatas,
menghalang-halangi umat agama lain untuk melakukan kegiatan beribadah, membakar
rumah ibadah, mengusir umat, dll. Eksistensi suatu agama didapat dari kelakuan
dan perbuatan umatnya yang benar-benar sesuai dengan apa yang diajarkan oleh
agamanya masing-masing.
Seharusnya, setiap warga negara Indonesia bangga,
karena memiliki negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Keberagaman agama
yang ada bukanlah perbedaan yang menjadikan sebuah agama menjadi berbeda satu
dengan yang lainnya. Perbedaan yang ada harus dihargai, bukan dihapuskan. Karena
perbedaan inilah yang membuat kita beragam dan keberagaman inilah yang membuat
kita indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar