25 Mei 2010

Bangga ngga bangga..

.......................  
" Disana tempat lahir beta, dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua, sampai akhir menutup mata "
 -Indonesia Tanah Air Beta-

Bangga apa ngga sih jadi orang Indonesia?
Ya, harus bangga dong. Bagaimanapun negeri inilah yang memberi kita makan dari kecil. Coba kalo ngga ada beras di bumi pertiwi ini, bisa mati kelaparan kita. 

Bangga ngga jadi orang Indonesia?
Bangga, karena Indonesia punya kekayaan alam yang melimpah, ngga ada yang sekaya Indonesia..

Bangga jadi orang Indonesia?
Apanya yang mau dibanggain? Korupsinya? Utang-utangnya? Hukumnya yang ga jelas? Maunya hati nurani saya, ya bangga. Ini kan negara kita. Masak negara sendiri dijelek-jelekin? Tapi kenyataannya, ya saya ngga bisa bangga dengan "prestasi" Indonesia.

Bangga ngga jadi orang Indonesia?
Biasa aja. Bangga ya enggak, ngga bangga ya enggak. 

Berbagai pendapat mencuat ketika mendengar pertanyaan diatas.
Tetapi, sebenarnya patutkah kita bangga dengan Indonesia?

Sebagian orang mengatakan bangga atas Indonesia karena kebudayaannya yang unik, keindahan alamnya yang terkenal di seluruh dunia,  keanekaragaman flora dan faunanya, hasil buminya yang sangat kaya dan melimpah ruah. Sebagian mengatakan bangga karena dia dilahirkan dan dibesarkan di Indonesia. Seperti melakukan sebuah kewajiban untuk mengatakan kita bangga atas negara kita.

Memang benar. Negara kita adalah negara yang patut dibanggakan. Mana ada negara yang pulaunya buanyakk berceceran dimana-mana? Mana ada negara yang punya berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus suku bangsa di dalamnya? Mana ada negara yang punya adat yang menggunung, kalo ngga di Indonesia?

Bangsa kita ini unik loh. Sekian banyak suku bangsa di Indonesia, yang masing-masing memiliki adat, kebudayaan, dan bahasa daerah sendiri, bisa berkumpul, bersatu dan membentuk satu bangsa, bangsa Indonesia. Dari sekian banyak bahasa daerah, bisa muncul satu bahasa nasional, bahasa Indonesia.

Coba kita berangan-angan sejenak. Bagaimana susahnya melawan penjajah saat perjuangan kita masih bersifat kedaerahan? Daerah sini melawan sendiri, yang sana melawan sendiri. Kebanyakan kalahnya apa menangnya? Pasti kalahnya. Kata pepatah: bersatu kita teguh, bercerai kita kawin lagi. Heh, enak aja! Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Ibarat sapu lidi kalo cuma satu batang yang kecil dan tipis, akan gampang patah kalo dipake nyapu halaman rumah. Meskipun ga patah, ya halaman rumah Anda tidak akan pernah bersih. Ga percaya? Silahkan saja buktikan sendiri di halaman rumah masing-masing, nyapu pake 1 batang lidi. Efek samping ditanggung penumpang. Kalo saya sih ogah.

Tapi, kalo sebatang lidi yang kita punya, dikumpulkan bersama dengan batang lidi orang sekampung lalu dijadikan satu dan diikat kuat, pastilah lidi-lidi itu bisa dipake buat nyapu.
Sama halnya dengan perjuangan kita melawan penjajah dulu. Kalo berjuang satu-satu ya ngga akan pernah bersih dari penjajah. Tapi sekarang, coba bayangkan bagaimana susahnya menyatukan suku-suku bangsa negeri kita yang tentu punya bahasa dan pendapat mereka masing-masing. Si A ngomong pake bahasa Batak, si B nomong pake bahasa Jawa, si C ngomong pake bahasa Bali, wes pokoke campur aduk lah bahasa kedaerahan itu. Bagaimana seorang ingin menanggapi yang lain kalo ngomong aja udah ga nyambung. Herannya, kenapa kita sekarang bisa berkomunikasi dengan orang Jawa, orang Bali, orang Batak, orang Kalimantan, dll? Padahal dulu begitu sulit buat berkomunikasi dengan orang lain suku. Bagaimana cara pemimpin-pemimpin bangsa menyatukan semua perbedaan itu dan mengaturnya sedemikian rupa agar semua suku bangsa bisa bersatu dan melawan penjajah? Bisa membayangkan bagaimana ribetnya membuat sebuah bahasa yang dimengerti oleh orang-orang tersebut? 

Sekarang sih sudah tidak terasa lagi ribetnya. Sekarang kita sudah punya bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional dan bahasa pemersatu. Karena kita sudah bersatu, kita bisa menghalau penjajah pergi dari tanah air kita.

Unik, kan?
Ah, ngga ah. Tetap saja aku ngga bangga dengan Indonesia. Itu kan dulu. Sekarang, liat aja. Apa lagi sih yang perlu dibanggakan dari Indonesia? Keindahan alamnya? Lha wong hutan-hutan ditebangi seenak jidat, buang sampah di laut, gunung-gunung yang dulu warnanya hijau, sekarang warnanya kecoklatan karena pohon-pohonnya habis. Kekayaannya? Kekayaan punya kita, malah kita ga merasakan apa-apa. Kekayaan itu malah kita berikan kepada pihak lain. Trus, apa lagi? Pulaunya yang banyak? Pulau-pulau dipinggiran malah ga terawat. Katanya punya Indonesia, tapi kok ngga dirawat. Kebudayaannya? Kebudayaan daerah semakin ditinggalkan. Kebudayaan asli Indonesia lama kelamaan bercampur dengan budaya luar. Kalau masih menunjukkan kebudayaan khas Indonesia sih ngga masalah. Masalahnya, justru budaya luarlah yang terlalu menonjol. Gimana coba? Apa lagi yang harus dibanggakan?

Bingung ya mau jawab apa? Sama, saya juga bingung. Seharusnya jangan tanya sama saya. karena saya juga ga bisa jawab. Itulah kenyataan yang kita hadapi sekarang. Kita berada di batas antara bangga dan tidak atas Indonesia. Banyak orang bingung harus memilih, bangga atau tidak. Apalagi melihat keadaan sekarang yang jelas-jelas bisa kita lihat dan rasakan sendiri. 

Justru dengan melihat keadaan yang terbalik 180 derajat dari keadaan dulu, kita seharusnya berpikir bagaimana cara mengembalikan Indonesia ke jalan yang benar (maksudnya menjadi Indonesia yang seperti dulu lagi, slalu dipuja-puja bangsa lain). Ngga cuma berpikir saja, harus ada tindakan nyata dari diri kita. Harus ada komitmen untuk merubah itu. Yang namanya komitmen, ga bole setengah hati melaksanakannya. Kalau kita berkomitmen untuk berubah, mulailah. Jangan tunggu orang lain memulai dan jangan malu untuk memulai. Mulailah dari kebiasaan-kebiasaan buruk yang sering kita lakukan tiap hari tanpa sadar. 

Misalnya, ngga usah pake kertas dan tisu terlalu banyak untuk mencegah pohon-pohon di negara kita ini makin rusak. Kalo butuh kertas, pakai saja dengan hemat. Jangan sekali salah tulis, buang. Salah lagi, buang lagi. Kalo yang lagi pilek dan butuh tisu untuk menampung cairan hidung yang menetes keluar, bisa menggunakan sapu tangan. Kalo pake tisu, sekali kena cairan hidung, langsung buang. Sedangkan sapu tangan, bisa dicuci dan dipakai lagi. Lebih hemat kan? Perlu diketahui, penghematan kertas dan tisu yang kita lakukan bisa mengurangi penebangan pohon-pohon di hutan. Sekedar info saja, sepertiga dari sampah orang Amerika adalah kertas. Bayangkan berapa banyak pohon yang ditebang yang akhirnya hanya menjadi sampah? Dalam setiap menit, lebih dari 200.000 meter persegi hutan dirusak. Hitungannya menit. Kalikanlah: 200.000 x 24 jam x 60 menit.
Hasilnya : 288.000.000. Hutan yang dirusak dalam sehari sebanyak 288.000.000 meter persegi. Dalam setahun berapa meter persegi hutan yang rusak? Karena saya yakin Anda punya kalkulator di rumah, jadi silahkan hitung sendiri.

Lalu, kita yang sebagai generasi muda penerus bangsa ini, harus belajar mencintai budaya Indonesia. Kenapa budaya asli kita semakin tergusur dengan adanya budaya asing yang masuk ke Indonesia? Itu karena kita sebagai generasi muda menganggap budaya asli kita sebagai budaya katrok, jadul. Padahal, ya inilah budaya kita. Seharusnya kita bisa menyayangi yang menjadi milik kita yang sangat berharga. Menurutku, kita harus mulai mencintai budaya kita, pertama dengan mengenal, lalu mempelajarinya. Kalo sudah belajar budaya kita sendiri, perkenalkanlah budaya itu kepada orang lain. Dengan itu, budaya kita tetap lestari dan makin dikagumi dan dikenal banyak orang. Yang mulanya ga tahu menjadi tahu, dan ikut berusaha mencintai budaya itu.


Jadi, intinya, kita harus selalu bangga dan berusaha terus tetap bangga atas negeri ini. Bukannya ngga bangga dan tidak melakukan apapun untuk merubahnya. Kalo kita bilang bangga, tunjukkan 'kebanggaan' mu itu. Bagi yang ngga bangga, berusahalah untuk bangga. Jangan ngga bangga, eh ngga melakukan apa-apa.


Bangga atau ngga bangga dengan Indonesia ini?
Bisa pilih kok !
Kalian pilih yang mana sekarang??

 

21 Mei 2010

Indonesia, kaya apa miskin?







Saya mencoba bertanya pada sebagian teman-teman saya yang mempunyai rasa nasionalisme yang lumayan tinggi.


Kalian pikir negara Indonesia itu negara yang seperti apa?


Dan beginilah jawaban mereka.

- Negara yang punya potensi tapi kurang bisa memanfaatkan potensinya
- Negara yang kaya SDA dan budaya tapi minim SDM


Sebagian besar dari teman-teman yang saya wawancarai (ceeilee, gayanya..), berpendapat demikian. Kalo menurut saya, ya benar apa yang dikatakan oleh mereka. Semua pandangan saya (yang berkaitan dengan kekayaan Indonesia) tentang negeri kita tercinta ini, sudah diambil semua oleh mereka. 

Indonesia itu sebenarnya patut diperhitungkan di kancah internasional, berkaitan dengan keindahan dan kekayaan alam yang dimilikinya. Kalau dibandingkan dengan negara lain, negara kita mempunyai kekayaan alam lebih banyak. Mungkin hal itu disebabkan karena besarnya wilayah negara kita. apalagi kita mempunyai wilayah kelautan yang sangat besar. Kayaknya tidak ada satupun negara yang mempunyai laut yang begitu luas dalam negara mereka. Selain punya laut, kita juga punya hasil tambang yang melimpah ruah. Mulai dari minyak bumi, permata, emas, batu bara, dan lain-lain. Hasil tambang kita memiliki nilai jual yang tinggi di dunia perdagangan internasional karena barang seperti minyak bumi sangat dibutuhkan oleh masyarakat seluruh dunia. Begitu pula dengan emas, batu bara, dan lain-lain.

Sayangnya, negara kita belum bisa mengelola hasil-hasil tambang tersebut dengan baik. Kalau mengenai hasil laut, kita sudah bisa mengelolanya. Para nelayan tinggal menebarkan jala di tengah lautan Indonesia, dan mereka langsung akan mendapatkan berbagai macam ikan, mulai dari ikan teri sampai ikan paus. Setelah itu mereka tinggal menjualnya ke tangan para pedagang di pasar. Untuk pengelolaan ikan, sudah ada pabrik ikan kalengan milik Indonesia. Kalau tidak, ibu atau nenek kita di rumah pun bisa mengolah ikan itu, dimasak dan dijadikan berbagai macam menu ikan; ikan bakar, ikan goreng, ikan rebus, pepes, ikan goreng tepung, ikan rica-rica (ada apa ngga ya??), dll. Untuk hasil laut lainnya seperti kepiting, udang, lobster, rumput laut pun kita masih bisa mengelolanya sendiri. Bahkan bisa diekspor ke luar negeri.

Tapi lain halnya dengan komoditas Indonesia yang berupa hasil tambang. Kelihatannya kita masih belum bisa mengelolanya sendiri. Seperti misalnya minyak bumi. Apakah kita bisa mengelolanya sama seperti kita mengelola ikan? Tentu tidak. Untuk mengelolanya dibutuhkan alat-alat khusus yang mungkin hanya bisa didapatkan di luar negeri. Sebenarnya kalau mau, kita bisa membuat alat-alat itu sendiri. Tetapi masalahnya adalah kurangnya SDM yang berkualitas. Karena kurangnya SDM yang berkualitas pula, kita menyerahkan masalah 'pengelolaan hasil tambang' itu ke pihak lain. Pihak lain disini yang saya maksud adalah perusahaan asing. Perusahan asing melihat kesempatan yang sangat bagus bagi mereka jika mereka meng-handle semua urusan tambang menambang. Kita tahu sendiri hasil tambang membuat suatu negara bisa kaya materi.

Coba kita analogikan. Misalnya, saya mempunyai seorang teman yang kaya. Suatu hari, teman saya ini ingin pergi ke luar negeri dan saya dititipi rumahnya, mobilnya, uangnya, pabriknya dan semua miliknya. Secara manusiawi, tentu ada keinginan untuk mencoba memakai mobilnya, belanja dengan  kartu kreditnya, tinggal di rumahnya, dan mengurus pabriknya. Meskipun di awalnya sudah ada perjanjian, bahwa saya tidak akan menggunakan barang-barang miliknya, ya tetep aja. Namanya juga manusia, pasti ingin mencoba melanggar. Apalagi kalo kita lagi kepepet. Mobil saya lagi di bengkel, sedangkan saya butuh mobil untuk ke luar kota. Kira-kira akan saya pake ngga mobil teman saya itu? Kan orangnya lagi di luar negeri. Ga ada yang liat juga kan?

Sama halnya dengan perusahaan asing yang mengelola semua hasil tambang kita. Ibaratnya hasil tambang itu adalah seluruh kekayaan teman saya. Negara kita ibarat teman saya yang menitipkan kekayaannya, sedangkan perusahaan asing itu ibarat saya yang dititipi kekayaan. Akan sangat memungkinkan terjadi monopoli kepemilikan hasil tambang. Seharusnya, kalau hasil tambang itu milik kita, ya kitalah yang mendapatkan keuntungan dari hasil penjualannya. Tetapi kenyataannya lain, hasil tambang itu dikelola oleh orang lain dan kita tidak mendapatkan keuntungan yang seharusnya kita dapatkan. Malahan pihak pengelola yang mendapatkan keuntungan itu. Nggak fair kan?

Akibatnya, karena kita tidak mendapatkan hak kita, ya begini ini. Pemerintah mengeluarkan anggaran yang besar untuk pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Tapi keuntungan tidak kita dapatkan. Jadinya, uang itu mengalir ke tangan pihak lain, bukannya kembali ke tangan kita. Misalnya kita mendapat hasil dari penjualan hasil tambang kita, tentu kita bisa membenahi negeri ini. Keuntungan itu bisa disalurkan untuk menyejahterakan orang miskin, memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak yang kurang mampu, mengatasi gizi buruk, pemerataan ekonomi di tiap daerah, dan masih banyak lagi.

Sebenarnya kita bisa kok mengelola hasil tambang kita sendiri. Kita hanya perlu meningkatkan kualitas SDM Indonesia dan terus belajar dan belajar dari negara maju. Kita perlu menghargai setiap anak bangsa yang berprestasi karena mereka merupakan salah satu aset negara yang berharga. Banyak anak-anak bangsa yang berprestasi malah justru melarikan diri ke luar negeri. Katanya, di luar negeri, mereka lebih dihargai. Gaji lebih tinggi, pekerjaan terjamin, dan waktu mereka efektif untuk bekerja. Kalau di Indonesia, gaji sedikit, belum tentu juga bisa terus kerja. Lha, kalau di PHK, gimana? Lalu, di Indonesia, waktu banyak dibuang sia-sia. Dipakai untuk berdebat, ide siapakah yang paling baik, dan tidak segera direalisasikan. 

Belajar dari negara maju. Benarkah kita sudah belajar dari negara maju? Sudah? Ah, masa? Belajar itu bukan menyontoh atau menjiplak. Belajar itu bertahap. Untuk menjadi sebuah negara maju, lakukan secara bertahap. Apa? Kelamaan? Ya memang lama. Mana ada orang belajar cepet? Belajar itu perlu waktu. Pelajari satu hal, lalu dua hal, dan seterusnya. Sama. Kalo mau jadi negara maju yang bisa mengelola semua miliknya sendiri, pelajari satu hal dulu, satu hal lagi, dst. Dan satu hal lagi, jangan cuma meniru. Harus bisa membuat sendiri, meskipun dasarnya ya awalnya niru. Kembangkan lagi, buatlah menjadi berbeda. 

China, bisa buat sepeda motor sendiri sekarang. Awalnya memang mereka ga tahu, barang-barang apa yang dibutuhkan, bagaimana merangkainya. Tapi, mereka membeli sebuah sepeda motor dari Jepang, membongkarnya, dan mereka mencoba menirunya. Meskipun kualitasnya berbeda, tapi mereka bisa membuatnya sendiri sekarang, dan tentunya masih harus dikembangkan lagi. 

Kalau negara lain bisa, kenapa kita ngga? 

Indonesia, kaya apa miskin?
Udah bisa jawab sendiri kan?

08 Mei 2010

First, it may be a simple thing..

Tapi kemudian kebanyakan orang membuatnya menjadi hal yang rumit dan menjadi tidak mungkin untuk dilakukan.

Banyak orang berkata, "Kau tidak bisa" atau "Aku tidak bisa", tapi sebenarnya kita bisa dan hal itu cukup mudah untuk dikerjakan.

Semakin banyak orang yang mengatakan bahwa hal tersebut tidak mungkin, otak kita langsung meresponnya dengan cepat dan secara tidak sadar menanamkan pada diri kita bahwa hal itu impossible

Contoh misalnya, kita lapar.
Kita punya uang.

Jika ingin kenyang, kita harus makan.
Entah makan apapun, pokoknya kenyang.

Tapi kebanyakan dari kita mempersulit hal itu.

Kita lapar, dan kita punya uang.
KIta mau makan tapi mau makan pangsit mie.
Padahal untuk kenyang, tidak perlu pangsit mie.
Nasi goreng juga bisa.

Ini meruppakan salah satu contoh sederhana bagaimana orang mempersulit dirinya sendiri.

Tanpa kita sadari, kita juga sering melakukan hal ini.
Hal gampang dibuat susah.
Kenapa ngga ada hal susah yang dibuat mudah??